Selasa, 25 Desember 2012

Dust Of Stars: Love

Galaksi 3

           
            Wayne membuka website twitter di browser nya. Lalu ia menuliskan akun twitter seta password nya. Dan beberapa saat kemudian, timeline pun terbuka lebar.
Berderet dari atas kebawah tweet- tweet dari orang- orang yang ia follow. Mulai dari yang sekedar menyapa dunia lewat akun nya, menuliskan quote dari beberapa film, memberitahu berbagai aktifitas yang sedang mereka kerjakan, tulisan galau yang terangkai dipagi yang kelabu.

Serta para pasangan yang saling menyapa satu sama lain.

Wayne menghela nafas. Entah kenapa dia selalu menghindar dari berbagai tulisan seperti itu. Tak mengerti. Kenapa dan apa maksud nya setiap tulisan yang mendayu- dayu untuk saling merayu satu sama lain. Berbagi cerita ( apapun, termasuk yang privasi sekalipun) dengan sangat bebas di timeline.

Dan apa arti nya semua itu?
Dan… apa sebenar nya…
Arti satu kata itu?
Yang selalu menjadi obrolan hangat yang menarik.
Namun tak dapat dimengerti untuk beberapa orang.


Kau tahu apa maksud Wayne.



:::::::::::::::::::::::::::::


            Dewi masih berkutat dengan berbagai macam buku masak di meja nya. Buku- buku resep kue sudah ia bolak- balik dari tadi. tak ada yang ia pilih. Bingung. Terlalu banyak ide menarik yang tercantum di buku resep nya.

Setelah itu, akhir nya ia memutuskan membuat satu kue yang selalu menarik dipandang, bisa dibilang salah satu kue favorit nya. Macaron. Dengan berbagai macam warna yang menghiasi seluruh tubuh kue itu. Ah..rasa nya sayang memakan nya. Dewi sudah menyiapkan kotak- kotak coklat dengan pita biru yang menghiasi untuk membungkus kue itu.

            Ia akan membagikan kue nya ke beberapa teman nya, termasuk Wayne, Biru, serta kakek nya. Dewi termasuk tipikal pemasak yang lebih suka membagikan hasil masakan nya. Dibandung dimakan sendiri. Terlalu banyak yang ia masak.



Surat- surat berserakan di atas meja masak nya. Ia menghitung seluruh surat itu. Ada tiga surat. Berarti, ia harus menyiapkan tiga kotak lagi. Ya.. kotak kecil saja lah. Yang penting cukup untuk 2 macaron, pikir Dewi.

            Dewi menghela nafas. Ia tak pernah mengerti kenapa selalu ada saja seseorang yang mengirimkan nya surat. Dan, Dewi akan selalu tahu siapa itu. Ketahuan dari tulisan nya yang pas- pasan, dengan grammar bahasa inggris yang pas- pasan pula. Merangkai kata indah (menurut si Pengirim) namun membosankan untuk Dewi. Pasaran sekali rangkaian kata nya. Dewi membalas surat itu dengan cara nya sendiri. Sekotak kecil yang berisi kue, serta note kecil didalam nya.


Dan…Sang penulis surat yang mendapatkan balasan nya. Hanya bisa memakan kue yang ada didalam kotak. Sambil  tersenyum kecut. Ketiga nya pun medapat macaron dengan warna yang sama. Kuning.

Dewi menghela nafas kembali.


:::::::::::::::::::::::::::::


            Biru sudah mendengar beberapa kali keluhan Dewi. Ya..tentang orang- orang yang selalu mengirimi nya surat. Dan sudah berkali- kali juga Biru tak mengerti kenapa Dewi dengan cara aneh nya membalas surat itu. Terlalu baik dan mewah, kata Biru. Wayne santai- santai saja. Sudah tahu kebiasaan aneh koki itu. Selalu membagikan makanan apapun pada orang- orang. Entah sudah berapa macam makanan gratisan yang sering dimakan Wayne, Biru, dan orang- orang lain nya. Selalu terasa enak. Dewi memang koki yang handal.

“Wi, ini kotak apaan lagi yang lu bawa?” tanya Biru pada Dewi yang baru saja datang di beranda rumah nya.
“Ya elah, dibawain makanan gratisan malah protes. Gue bawa balik aja nih” kata Dewi sewot.
“e hh..engga lah. Masa rezeki di tolak. Hahaha. Bawa apaan nih?”
“ Macaron, nih untuk lu sama kakek. Jangan dimakan sendiri ya”  Dewi menyodorkan kotak macaron.
“Ya iyalah...”  jawab Biru datar.
“Ya udah ya, gue langsung pergi. Masih banyak yang harus dianter nih. Salam sama Kakek ya. Dahh” Dewi langung pergi melengos meninggalkan Biru di beranda rumah.

:::::::::::::::::::::::::::::
            Biru melangkang masuk kedalam rumah. Perjalan menuju meja makan dekat ruang tamu. Lalu meletakan kotak macaron yang diberi Dewi tadi. Ia membuka kotak itu, lalu mengambil satu buah macaron berwarna merah dengan bercak coklat.
“Biru, tadi siapa yang datang? Kok cepet banget?” tanya Kakek yang baru selesai masak sambal serta beberapa penganan untuk makan malam nanti.
“ Biasa Kek, Dewi. Ngasih kue lagi.. ini kue nya lagi aku makan” kata Biru sambil mengunyah macaron.
“Lha... Kenapa dia langsung pergi? Kan lumayan bantu kakek di dapur. Hahaha”
“Hahaha..kakek..kakek... kata nya masih ada yang harus dianterin lagi tadi”
“Oh iya Ru. Makanan nya udah siap tuh. Mau makan sekarang, apa nanti malam aja habis shalat maghrib?” tawar Kakek pada Biru yang masih asik memilih macaron lagi.
“Ummm... Nanti aja deh habis Maghrib. Mau nulis sesuatu dulu.” Jawab Biru datar.
“Nulis apa nih... Tentang...” gelagat iseng Kakek mulai kambuh lagi.
“Ahhhh...Apasih Kek... Udah ah, aku mau ke kamar dulu.”
“Ya sudah... Kakek juga mau masak satu menu lagi. Nanti kalau mau makan bilang ya.”
“ Okeee kek...” jawab Biru santai.

            Kakek kembali lagi ke dapur. Biru, ia masih duduk di meja makan. Memikirkan apa yang kakek katakan pada nya. Tentang seseorang. Kakek memang selalu tahu apa yang ada dalam pikiran Biru. Dan Biru tak pernah mau mengatakan nya. Dia lebih suka memendam nya sendiri. Ya..kadang ia juga bercerita pada kakek nya.
Kakek memang seorang pencerita, sekaligus pendengar yang baik. Walau, sebenar nya ada suatu hal yang ingin ditanyakan Biru pada kakek nya. Namun, ia masih mengurungkan niat itu. Terlalu sensitif pertanyaan nya.

Selain pertanyaan itu, ada satu pertanyaan lagi yang ingin ia tanyakan. Namun, seperti nya tak perlu ditanyakan juga. Pertanyaan yang sama, seperti yang pernah dilontarkan Wayne pada nya saat sedang mengobrol di kamar nya.
Kau tahu apa pertanyaan itu.

Biru sangat penasaran, mungkin tak hanya dia. Mungkin semua remaja yang seumuran nya juga. Arti dari satu kata yang sederhana. Tapi, makna nya tak sesederhana kata nya. Mungkin waktu kah yang akan menjawan semua itu?
Atau mungkin hanya aliran kehidupan yang akan membantu menjawab semua pertanyaan itu? Rasa yang selalu ada. Dan, memiliki banyak makna. Tak hanya satu, namun berjuta. Persis seperti rasa nya yang selalu mengalir dalam benak semua orang. Seperti pelangi di siang bolong, menciptakan keheningan di keramaian.

Tak ada yang tahu arti yang konkret dari kata itu. Relatif. Tak pasti. Terlalu banyak definisi yang ada di dunia ini tentang kata itu. Kata itu tak hanya mengenai satu insan dengan insan lain nya. Namun, ini tentang semua orang. Kata itu bisa mengubah dunia yang penuh kebencian dan tantangan yang tak pernah berakhir.
Kata itu bisa menghancurkan benteng perbedaan yang selalu membuat perpecahan di berbagai belahan dunia.


Termasuk, membangun jembatan dari satu manusia dengan manusia lain nya. Untuk bisa saling mengerti.
Walau, kata itu belum bisa dimengerti saat ini.
Mungkin nanti.


-FN-
25.12.12


9 komentar:

  1. wee tulisannya terlalu panjang jadi capek membacanya nih hehehehehe

    BalasHapus
  2. Hahahaha.... Bacanya pelan- pelan aja... :)

    BalasHapus
  3. memang sulit yaa untuk mengerti :)
    namun dengan ketekunan semua nya dapat di mengerti

    BalasHapus
  4. Pagi-pagi baca cerita. Mantap bang.
    Salam kenal & kunjungi balik yaa :)

    BalasHapus
  5. saya belum bisa paham,hhe *harus dibaca berulang-ulang =w= XP*

    aoi, like color of sky...~ lalala~

    BalasHapus
  6. fiksi yang menarik. tidak mudah utk membuat plot cerita yang mengaitkan antara konten tulisan dan teknologi. ternyata mas fahri bisa melakukannya dg baik.

    BalasHapus
  7. wew, panjang gan. ninggalin jejak dulu. sambil baca artikelnya, sepertinya menarik

    kunjungi balik ya :D

    BalasHapus
  8. Semoga kelak segera jadi buku nih .. lebih asyik bacanya :)
    Selamat sukses :)

    BalasHapus