Galaksi 3
Wayne membuka website twitter di browser nya. Lalu ia
menuliskan akun twitter seta password
nya. Dan beberapa saat kemudian, timeline pun terbuka lebar.
Berderet dari atas kebawah tweet- tweet
dari orang- orang yang ia follow. Mulai dari yang sekedar menyapa dunia lewat
akun nya, menuliskan quote dari
beberapa film, memberitahu berbagai aktifitas yang sedang mereka kerjakan,
tulisan galau yang terangkai dipagi yang kelabu.
Serta
para pasangan yang saling menyapa satu sama lain.
Wayne
menghela nafas. Entah kenapa dia selalu menghindar dari berbagai tulisan
seperti itu. Tak mengerti. Kenapa dan apa maksud nya setiap tulisan yang
mendayu- dayu untuk saling merayu satu sama lain. Berbagi cerita ( apapun,
termasuk yang privasi sekalipun) dengan sangat bebas di timeline.
Dan
apa arti nya semua itu?
Dan…
apa sebenar nya…
Arti
satu kata itu?
Yang
selalu menjadi obrolan hangat yang menarik.
Namun
tak dapat dimengerti untuk beberapa orang.
Kau
tahu apa maksud Wayne.
:::::::::::::::::::::::::::::
Dewi masih berkutat dengan berbagai
macam buku masak di meja nya. Buku- buku resep kue sudah ia bolak- balik dari
tadi. tak ada yang ia pilih. Bingung. Terlalu banyak ide menarik yang tercantum
di buku resep nya.
Setelah
itu, akhir nya ia memutuskan membuat satu kue yang selalu menarik dipandang,
bisa dibilang salah satu kue favorit nya. Macaron. Dengan berbagai macam warna
yang menghiasi seluruh tubuh kue itu. Ah..rasa nya sayang memakan nya. Dewi
sudah menyiapkan kotak- kotak coklat dengan pita biru yang menghiasi untuk
membungkus kue itu.
Ia akan membagikan kue nya ke
beberapa teman nya, termasuk Wayne, Biru, serta kakek nya. Dewi termasuk
tipikal pemasak yang lebih suka membagikan hasil masakan nya. Dibandung dimakan
sendiri. Terlalu banyak yang ia masak.
Surat-
surat berserakan di atas meja masak nya. Ia menghitung seluruh surat itu. Ada
tiga surat. Berarti, ia harus menyiapkan tiga kotak lagi. Ya.. kotak kecil saja
lah. Yang penting cukup untuk 2 macaron, pikir Dewi.
Dewi menghela nafas. Ia tak pernah
mengerti kenapa selalu ada saja seseorang yang mengirimkan nya surat. Dan, Dewi
akan selalu tahu siapa itu. Ketahuan dari tulisan nya yang pas- pasan, dengan
grammar bahasa inggris yang pas- pasan pula. Merangkai kata indah (menurut si
Pengirim) namun membosankan untuk Dewi. Pasaran sekali rangkaian kata nya. Dewi
membalas surat itu dengan cara nya sendiri. Sekotak kecil yang berisi kue,
serta note kecil didalam nya.
Dan…Sang
penulis surat yang mendapatkan balasan nya. Hanya bisa memakan kue yang ada
didalam kotak. Sambil tersenyum kecut. Ketiga nya pun medapat macaron dengan warna yang sama. Kuning.
Dewi
menghela nafas kembali.
:::::::::::::::::::::::::::::
Biru sudah
mendengar beberapa kali keluhan Dewi. Ya..tentang orang- orang yang selalu
mengirimi nya surat. Dan sudah berkali- kali juga Biru tak mengerti kenapa Dewi
dengan cara aneh nya membalas surat itu. Terlalu baik dan mewah, kata Biru.
Wayne santai- santai saja. Sudah tahu kebiasaan aneh koki itu. Selalu
membagikan makanan apapun pada orang- orang. Entah sudah berapa macam makanan
gratisan yang sering dimakan Wayne, Biru, dan orang- orang lain nya. Selalu
terasa enak. Dewi memang koki yang handal.
“Wi, ini kotak
apaan lagi yang lu bawa?” tanya Biru pada Dewi yang baru saja datang di beranda
rumah nya.
“Ya elah, dibawain
makanan gratisan malah protes. Gue bawa balik aja nih” kata Dewi sewot.
“e hh..engga lah.
Masa rezeki di tolak. Hahaha. Bawa apaan nih?”
“ Macaron, nih
untuk lu sama kakek. Jangan dimakan sendiri ya” Dewi menyodorkan kotak macaron.
“Ya iyalah...” jawab Biru datar.
“Ya udah ya, gue
langsung pergi. Masih banyak yang harus dianter nih. Salam sama Kakek ya. Dahh”
Dewi langung pergi melengos meninggalkan Biru di beranda rumah.
:::::::::::::::::::::::::::::
Biru melangkang masuk kedalam rumah.
Perjalan menuju meja makan dekat ruang tamu. Lalu meletakan kotak macaron yang
diberi Dewi tadi. Ia membuka kotak itu, lalu mengambil satu buah macaron
berwarna merah dengan bercak coklat.
“Biru, tadi siapa
yang datang? Kok cepet banget?” tanya Kakek yang baru selesai masak sambal
serta beberapa penganan untuk makan malam nanti.
“ Biasa Kek, Dewi.
Ngasih kue lagi.. ini kue nya lagi aku makan” kata Biru sambil mengunyah
macaron.
“Lha... Kenapa dia
langsung pergi? Kan lumayan bantu kakek di dapur. Hahaha”
“Hahaha..kakek..kakek...
kata nya masih ada yang harus dianterin lagi tadi”
“Oh iya Ru. Makanan
nya udah siap tuh. Mau makan sekarang, apa nanti malam aja habis shalat
maghrib?” tawar Kakek pada Biru yang masih asik memilih macaron lagi.
“Ummm... Nanti aja
deh habis Maghrib. Mau nulis sesuatu dulu.” Jawab Biru datar.
“Nulis apa nih... Tentang...”
gelagat iseng Kakek mulai kambuh lagi.
“Ahhhh...Apasih
Kek... Udah ah, aku mau ke kamar dulu.”
“Ya sudah... Kakek
juga mau masak satu menu lagi. Nanti kalau mau makan bilang ya.”
“ Okeee kek...”
jawab Biru santai.
Kakek kembali lagi ke dapur. Biru,
ia masih duduk di meja makan. Memikirkan apa yang kakek katakan pada nya.
Tentang seseorang. Kakek memang selalu tahu apa yang ada dalam pikiran Biru.
Dan Biru tak pernah mau mengatakan nya. Dia lebih suka memendam nya sendiri.
Ya..kadang ia juga bercerita pada kakek nya.
Kakek memang
seorang pencerita, sekaligus pendengar yang baik. Walau, sebenar nya ada suatu
hal yang ingin ditanyakan Biru pada kakek nya. Namun, ia masih mengurungkan
niat itu. Terlalu sensitif pertanyaan nya.
Selain pertanyaan
itu, ada satu pertanyaan lagi yang ingin ia tanyakan. Namun, seperti nya tak
perlu ditanyakan juga. Pertanyaan yang sama, seperti yang pernah dilontarkan
Wayne pada nya saat sedang mengobrol di kamar nya.
Kau tahu apa
pertanyaan itu.
Biru sangat
penasaran, mungkin tak hanya dia. Mungkin semua remaja yang seumuran nya juga.
Arti dari satu kata yang sederhana. Tapi, makna nya tak sesederhana kata nya.
Mungkin waktu kah yang akan menjawan semua itu?
Atau mungkin hanya
aliran kehidupan yang akan membantu menjawab semua pertanyaan itu? Rasa yang
selalu ada. Dan, memiliki banyak makna. Tak hanya satu, namun berjuta. Persis
seperti rasa nya yang selalu mengalir dalam benak semua orang. Seperti pelangi
di siang bolong, menciptakan keheningan di keramaian.
Tak ada yang tahu
arti yang konkret dari kata itu. Relatif. Tak pasti. Terlalu banyak definisi
yang ada di dunia ini tentang kata itu. Kata itu tak hanya mengenai satu insan
dengan insan lain nya. Namun, ini tentang semua orang. Kata itu bisa mengubah
dunia yang penuh kebencian dan tantangan yang tak pernah berakhir.
Kata itu bisa
menghancurkan benteng perbedaan yang selalu membuat perpecahan di berbagai
belahan dunia.
Termasuk, membangun
jembatan dari satu manusia dengan manusia lain nya. Untuk bisa saling mengerti.
Walau, kata itu
belum bisa dimengerti saat ini.
Mungkin nanti.
-FN-
25.12.12
wee tulisannya terlalu panjang jadi capek membacanya nih hehehehehe
BalasHapusHahahaha.... Bacanya pelan- pelan aja... :)
BalasHapusmemang sulit yaa untuk mengerti :)
BalasHapusnamun dengan ketekunan semua nya dapat di mengerti
Blogwalking :)
BalasHapusPagi-pagi baca cerita. Mantap bang.
BalasHapusSalam kenal & kunjungi balik yaa :)
saya belum bisa paham,hhe *harus dibaca berulang-ulang =w= XP*
BalasHapusaoi, like color of sky...~ lalala~
fiksi yang menarik. tidak mudah utk membuat plot cerita yang mengaitkan antara konten tulisan dan teknologi. ternyata mas fahri bisa melakukannya dg baik.
BalasHapuswew, panjang gan. ninggalin jejak dulu. sambil baca artikelnya, sepertinya menarik
BalasHapuskunjungi balik ya :D
Semoga kelak segera jadi buku nih .. lebih asyik bacanya :)
BalasHapusSelamat sukses :)